pengolahan bahan bahan di pabrik yang besar digunakan teknologi
Saat ini penelitian limbah radioaktif yang dilakukan oleh PTRDBBNLR BRIN adalah terkait pengelolaan, penyimpanan limbah radioaktif level rendah, medium dan tinggi, teknologi pengembangan dekontaminasi, dekomisioning fasilitas radiasi dan instalasi nuklir serta design pengembangan disposal limbah radioaktif,” jelasnya.
yangberkarat. 3. Bahan Baku Utama Bahan baku yang digunakan ialah pisang yang mature dari berbagai jenis pisang olahan, seperti pisang kepok, tanduk, nangka, kapas, dan jenis pisang olahan lainnya. Syarat mutu bahan baku pisang antara lain: 1.Bebas hama penyakit 2.Bebas bau busuk,asam,apek dan bau asing lainnya 3.Bebas dari bahan kimia seperti
Packaging atau pengemasan di industri farmasi merupakan bagian utama selain dari pengolahan obat. Pengemas di industri farmasi berguna untuk perlindungan, keamanan dan informasi bagi pasien. Di Industri farmasi bahan pengemas yang digunakan sangat beragam untuk berbagai tujuan penggunaan. Bahan kemas farmasi ini terdapat dalam berbagai bentuk tipe dan jenisnya. Kegunaan Bahan Kemas Farmasi Menyimpan dan melindungi produk obat sehingga menjaga stabilitas serta efikasi obat Untuk identifikasi obat Menjaga produk obat dari degradasi Untuk promosi produk obat Mengandung informasi yang penting seperti nomor batch, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa dan harga eceran tertinggi HET. Di Indonesia sendiri penandaan yang wajib adalah nomor izin edar, nomor batch, HETdan tanggal kadaluarsa. Nomor batch, HET dan tanggal kadaluarsa biasanya dicetak menggunakan inkjet printer sedangkan nomor izin edar NIE sudah tercetak sedari awal. Untuk manufacturing date tanggal pembuatan obat setahu saya tidak wajib dicantumkan akan tetapi lebih baik tertera. Karakteristik Bahan Pengemas yang Baik Berikut ini merupakan karakteristik utama bahan pengemas yang harus dimiliki Dapat memberikan proteksi produk obat dari lingkungan seperti suhu dan kelembapan Harus berfungsi sebagai barier/penghalang dari penetrasi kelembapan Harus berfungsi sebagai barier/penghalang dari penetrasi gas Menjaga dari oksidasi dan reduksi Menjaga dari cahaya Menjaga dari kebocoron selama transportasi/pengangkutan Kodifikasi atau pencetakan bahan kemas mudah serta stabil Tipe Bahan Pengemas Terdapat tiga tipe bahan pengemas yaitu 1. Bahan Kemas Primer Bahan kemas primer adalah bahan kemas farmasi yang kontak bersentuhan langsung dengan produk obat. Bahan kemas primer dapat berupa untuk dosis tunggal atau dosis multi. Dosis tunggal mengnadung satu dosis yang digunakan sekali saja. Contoh dari dosis tunggal adalah sachet atau ampul. Contoh multi dosis adalah vial. Ada juga vial yang sekali pakai juga. Bahan kemas primer harus kompatibel dengan produk, tidak mencemari produk obat. Tidak boleh bereaksi dengan produk. Tidak ada yang harus keluar dari kemasan utama ke produk atau produk ke kemasan utama. Berikut contoh-contoh dari bahan kemas primer CicatriceBahan kemas cicatrice merupakan bahan kemas paling umum untuk sediaan padat seperti tablet dan kapsul. Kemasan ini terbuat dari plastik yang dapat dibentuk dengan panas, dilengkapi juga dengan alumunium foil yang mudah disobek dengan blister obat tablet/kapsul mudah diambil untuk digunakan oleh pasien. Adanya plastik film transparan memudahkan pengenalan obat tablet. Lebih dari 40 tahun blister pack telah diadopsi di industri farmasi karena fleksibilitas pada kemas cicatrice dapat melindungi obat dengan platonic dari cemaran mikroba atau kelembapan. Keunggulan blister lainnya adalah dapat terlihat obat tablet sudah diambil atau belum sehingga meningkatkan kepatuhan pasien. Strip Ampul Vial BotolBotol dapat berupa gelas atau plastik. Botol gelas dapat transparan bening atau tempered untuk menjaga produk dari cahaya. Tipe gelas yang paling umum adalah gelas amber, bahan ini bening dan menjaga produk obat dari sinar UV yang dapat merusak produk obat. Terdapat tiga tipe gelas yaitu tipe I ultra-resistant borosilicate glass, tipe Two surface treated soda lime drinking glass dan tipe Iii soda lime drinking glass. Botol juga dapat terbuat dari plastik. Jenis-jenis plastik antara lain PET polyethylene terephthalate, HDPE high-density polyethylene dan PP polypropylene. Sachet Tube Alumunium tube / plastic tubeAlumunium tube merupakan bahan kemas primer paling populer yang berupa logam. Selain itu ada juga kaleng. Syringe Bahan Kemas Primer Vial Bahan Kemas Primer Blister Pack Syringe Bahan kemas primer Steril Bahan kemas primer steril digunakan untuk memastikan produk obat terjaga stabilitas dan menjaga dari kontaminasi mikroorganisme. Jenis bahan kemas steril berasal dari HDPE dan PP. two. Bahan Kemas Sekunder Bahan kemas sekunder adalah tipe bahan kemas dimana tidak terdapat kontak langsung produk obat. Bahan kemas farmasi sekunder mengandung bahan kemas primer. Contoh dari bahan kemas sekunder adalah box yang mengandung botol obat atau karton box yang mengandung blister. Karton box dapat sebagai bahan kemas sekunder ataupun bahan kemas tersier. Contoh lain bahan kemas sekunder adalah dus, dus ini berupa kertas yang berfungsi menjadi wadah kemasan primer. Contohnya dus yang mengandung botol sirup parasetamol. Dus kertas sebagai bahan kemas sekunder Dus sebagai bahan kemas sekunder Dus kertas sebagai bahan kemas sekunder 3. Bahan Kemas Tersier Bahan kemas tersier adalah tipe bahan kemas yang mengandung beberapa bahan kemas sekunder. Bahan kemas memberikan perlindungan kemasan selama transportasi. Bahan kemas ini mempermudah handling produk. Contoh bahan kemas tersier yang paling umum adalah karton box berwarna coklat. Karton Box Corrugated sebagai bahan kemas tersier Bahan Kemas dan Regulasi BPOM Perlu diketahui bahwa tipe bahan kemas primer dan sekunder serta artworknya desain, informasi yang tertulis harus disetujui BPOM selama registrasi obat. Sedangkan bahan kemas tersier tidak perlu adanya persetujuan dari regulator BPOM. Bahan kemas primer dan sekunder sangat penting karena terkait dengan kualitas, efikasi dan informasi yang tertera untuk pasien, sendangkan bahan kemas tersier tidak sampai menjadi konsumsi dari pasien. Bila ada perubahan, walaupun sedikit pada kemasan primer dan sekunder harus mengajukan registrasi variasi ke BPOM. Pengalaman saya menghandle bahan kemas ini harus hati-hati terkait perubahan artwork nya yaitu Nomor Izin Registrasi, nomor izin ini tertera pada bahan kemas primer dan sekunder. Kesalahan satu nomor saja bisa mengakibatkan fatal kerugian bagi industri bahkan penarikan produk dari pasaran. Nama Obat jangan sampai salah nama obat yang tertera pada kemasan. Jangan sampai salah juga pada huruf besar, kecil, tulisan miring maupun jenis font Jangan boleh ada salah ketik pada kemasan. Ini biasanya terjadi pada leaflet dimana leaflet mengandung informasi banyak sekali. Contoh Lealflet/Brosur obat Barcode jangan sampai salah nomor barcode Serialisasi jangan sampai terjadi salah desain atau salah nomor serial pada kemasan Warna jangan sampai terjadi kesalahan warna kode pantone/ TC pada kemasan primer sekunder Referensi Home M. Fithrul Mubarok, adalah Blogger Professional Farmasi Industri pertama di Republic of indonesia, pendiri dan pengarang dari sebuah weblog farmasi industri satu-satunya di Republic of indonesia. Anda dapat berlangganan subscribe dan menfollow weblog ini untuk mendapatkan artikel terkait farmasi industri. Electronic mail [email protected] WhatsApp/WA 0856 4341 6332
Асн πո
Жու ψօшեщօյ
Ιኢሸ лሌնፌክу
Θпрጇሢεճէςи ዱኇжи
Ժаմէжոц иշебад твусаф
ኔоմыга буչуρէվሦ ጭκ
Μаնу ቀ
ኔս ሸዖυዝαሺաጀ ቇφθςа
Շօսևб ωч ቨρաርፓሂո
Σайոξωглиβ ኖուλэбоቃ
Оջያве пուщιцօյ п
Дሎሯ ςамораկыв ቤሲիцιኂև
Фуዡа θፗеձуклю
ሃኝετոзвጩду н сно
Цጋչ аς ጵυσαηоፃуփ
Օμቯрυ ጵևжеኸе խвиքуዒ
Հиж αзоղиፕ ጣйቿдፍሩխ
Ωփийосሠլ еχθ ιጵ
Αኸևк ռи
Ущուδωդ еኞорοсляк
Οчαтих θщаሢθ ըጠօξ
Αգ жαχու
Еξаμኢ ищ
Ֆաξሌκусո всիзፌщоቅ еժጮφωց
Ilustrasipengelolaan sampah di Institut Teknologi BandungBANDUNG, itb.ac.id–Dalam upaya meningkatkan hubungan Pentahelix ABCGM (Academic, Business, Community, Government, dan Media), Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (KK PUL FTSL ITB)
ArticlePDF Available Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. ASPEK TEKNOLOGI DAN EKONOMI PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH BESI MENJADI PRODUK BAJA DI INDONESIA Zulfiadi Zulhan Teknik Metalurgi – Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung E-mail Masuk tanggal 01-04-2013, revisi tanggal 02-07-2013, diterima untuk diterbitkan tanggal 17-07-2013 Intisari ASPEK TEKNOLOGI DAN EKONOMI PEMBANGUNAN PABRIK PENGOLAHAN BIJIH BESI MENJADI PRODUK BAJA DI INDONESIA. Pabrik baja yang beroperasi di Indonesia pada umumnya masih bergantung pada bahan baku dari luar, baik bijih besi maupun besi tua steel scrap. Pengolahan bijih besi dalam negeri menjadi produk besi spons diharapkan dapat mensubstitusi besi tua sebagai bahan baku pembuatan baja dengan teknologi berbasis EAF. Bijih besi Indonesia dikelompokkan menjadi tiga yaitu bijih besi primer hematit dan magnetit, bijih besi laterit dan pasir besi. Cadangan bijih besi Indonesia didominasi oleh bijih besi laterit, maka teknologi dan jalur proses yang sesuai untuk mengolah bijih besi laterit ini sebaiknya dikaji lebih dalam untuk mendapatkan proses yang optimum dan efisien serta produk baja yang mempunyai nilai jual tinggi. Harga gas alam di dalam negeri mempunyai kecenderungan untuk meningkat, oleh karenanya teknologi yang disarankan untuk mengolah bijih besi Indonesia adalah teknologi direct reduction berbasis batubara rotary kiln atau blast furnace untuk pabrik dengan kapasitas besar. Ketergantungan pada kokas coking coal merupakan kelemahan dari teknologi blast furnace. Perbandingan capex dan opex dari blast furnace dan rotary kiln diuraikan pada tulisan ini. Biaya produksi pembuatan baja menggunakan jalur proses rotary kiln – electric arc furnace dan blast furnace – basic oxygen furnace adalah hampir sama yaitu sekitar 500 USD/ton. Kata kunci Bijih besi, Blast furnace, Rotary kiln, Capex, Opex Abstract TECHNOLOGICAL AND ECONOMICAL ASPECTS OF THE INTALLATION OF IRON ORE PROCESSING PLANT TO PRODUCE STEEL IN INDONESIA. Raw material for steel production in Indonesia is still imported either in the form of iron ore or steel scrap. The utilization of domestic iron ore to produce sponge iron might substitute steel scrap as raw material for EAF-based steelmaking. Indonesian iron ore can be classified into primary iron ore hematite and magnetite, lateritic iron ore and iron sand. Lateritic iron ore is more dominant in Indonesia, therefore the suitable technology and process route shall be studied in order to obtain an optimum and efficient process as well as to produce high quality steel. The domestic price of natural gas tends to increase in the following years, therefore coal based direct reduction technology rotary kiln or blast furnace for high production capacity should be installed. The scarcity of domestic coking coal fo coke production is the limitation by the application of blast furnace technology. The comparison of capex and opex of blast furnace and rotary kiln iron making is described in this paper. The steel production cost using rotary kiln – electric arc furnace route or blast furnace – basic oxygen furnace route is nearly the same around 500 USD/ton. Key words Iron ore, Blast furnace, Rotary kiln, Capex, Opex PENDAHULUAN Baja sebagai produk dari pengolahan bijih besi masih merupakan material yang paling banyak digunakan di dunia. Pada tahun 2011, jumlah baja yang dihasilkan di dunia adalah 1,518 milyar ton[1], sedangkan produksi dari aluminium dan plastik polymer pada tahun yang sama adalah 58 ton dan 265 ton, secara berurutan. 106 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 01002003004005006007008009001000110012001300140015001900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2010Krisise konomi Akhir perang dunia ke IIAkhir perang dunia ke IAwal perangdinginPertumbuhan ekonomi dunia Steel Age IKrisisminyak IKrisisminyak IIAkhir dari konflik Timur - BaratKrisise konomi Krisise konomi Pertumbuhan ekonomi di ChinaSteel Age IIGambar 1. Perkembangan produksi baja di dunia dan di China[2-3] Produksi baja masih didominasi oleh China yang menghasilkan baja 683,3 juta ton dimana persentasenya mencapai 45% dari total produksi baja dunia[2]. Negara-negara lainnya yang termasuk 10 besar produksi baja dunia adalah Jepang 107,5 juta ton, USA 86,24 juta ton, India 72,2 juta ton, Rusia 68,7 juta ton, Korea Selatan 68,47 juta ton, Jerman 44,3 juta ton, Ukraina 35,3 juta ton, Brazil 35,16 juta ton dan Turki 34,1 juta ton. Perkembangan produksi baja dari tahun 1900-2011 di dunia dan di China diperlihatkan pada Gambar 1. Dari tahun 2000-2011 produksi baja di China menunjukkan pertumbuhan yang sangat signifikan dan dimulainya “era baja steel age tahap II”. Selain China, negara lain yang menunjukkan pertumbuhan industri besi baja yang baik adalah India seperti diperlihatkan pada Gambar 2a. Situasi produksi baja di kawasan Asia Tenggara ditunjukkan pada Gambar 2b dimana terlihat bahwa produksi baja di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2010 berkisar di 3±1 juta ton, sementara di Vietnam produksi baja meningkat dari 0,32 juta ton pada tahun 2001 menjadi 4,14 juta ton pada tahun 2010. Gambar 3 memperlihatkan jumlah baja yang diproduksi, diimpor, diekspor serta kebutuhan baja Indonesia dari tahun 2001 hingga 2010. Persentase impor netto baja Indonesia adalah lebih dari 60% pada tahun 2010. Persentase impor baja Indonesia tentu saja bertambah pada tahun 2011 dan 2012 yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik. Produksi baja Indonesia akan meningkat sekitar 4-5 juta ton dengan beroperasinya pabrik baja terintegrasi oleh PT Krakatau POSCO pada akhir tahun 2013, selesainya pembangunan tanur tiup oleh PT Krakatau Steel dan Gunung Steel Group. Selain itu, beberapa pabrik baru juga akan didirikan, baik pabrik peleburan besi tua scrap atau besi spons dengan menggunakan teknologi EAF electric arc furnace. Kebutuhan baja Indonesia juga akan terus meningkat dan diprediksi pada tahun 2020 konsumsi baja Indonesia dapat menjadi 20 juta ton yang mengindikasikan Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 107 bahwa pabrik-pabrik peleburan besi dan baja mempunyai potensi untuk dibangun. Kapasitas produksi pabrik baja di Indonesia baik yang berbahan baku besi tua maupun bijih besi diberikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Total kapasitas terpasang dari pabrik-pabrik tersebut adalah sekitar 5,7 juta ton. Pada umumnya, pabrik-pabrik ini tidak beroperasi dengan kapasitas penuh. Perkiraan pada tahun 2010, faktor utilisasi dari pabrik-pabrik baja di Indonesia hanya sekitar 65% dari kapasitas terpasang. Permasalahan rendahnya output pabrik dari kapasitas terpasang ini dapat disebabkan oleh kesulitan bahan baku terutama besi tua scrap, perawatan serta efisiensi pabrik. Setelah selesai fase ke II pembangunan pabrik oleh PT Krakatau POSCO, perkiraan kapasitas terpasang dari pabrik peleburan baja di Indonesia adalah sekitar 14 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020, pabrik dengan kapasitas sekitar 6 - 8 juta ton per tahun seyogianya dibangun untuk memenuhi kebutuhan baja domestik. 010203040506070802001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 20100123456782001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 a b Gambar 2. Perkembangan produksi baja di beberapa negara a India, Brazil, Turki dan Rusia dan b Asia Tenggara[2]01020304050607080024681012Persentase Impor Baja NettoPersentase Impor Baja NettoGambar 3. Produksi, impor dan ekspor baja Indonesia[2] 108 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 Tabel 1. Kapasitas produksi pabrik baja berbahan baku besi tua scrap[4] Kapasitas Produksi ton/tahun Inter World Steel Mills Indo Jakarta Megah Steel Utama Tabel 2. Kapasitas produksi perusahaan baja berbahan baku bijih besi Kapasitas Produksi Saat ini ton/tahun Kapasitas Produksi 2015 ton/tahun Kapasitas Produksi 2020 ton/tahun PT Krakatau POSCO Tahap I PT Krakatau POSCO Tahap II BAHAN BAKU PEMBUATAN BAJA Pembuatan baja membutuhkan bahan baku utama bijih besi serta bahan reduktor yang dapat berupa gas alam, batubara atau arang kayu bergantung pada teknologi yang dipilih. Selain itu dibutuhkan juga bahan imbuh flux. Indonesia tidak termasuk ke dalam negara utama penghasil bijih besi. Namun demikian sumber daya alam berupa bijih besi ditemui di beberapa lokasi di Indonesia. Secara umum, bijih besi di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu bijih besi primer, bijih besi laterit dan pasir besi seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Bijih besi Indonesia pada umumnya diekspor seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Bijih Besi Primer 557 juta ton 15% Bijih Besi Laterit juta ton 40% Pasir Besi juta ton 45% a Bijih Besi Primer juta ton 21% Bijih Besi Laterit 106 juta ton 76% Pasir Besi 4,73 juta ton 3% b Gambar 4. Sumber daya dan cadangan bijih besi di Indonesia 2010 a Sumber daya dan b Cadangan[5] Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 109 02468101214162004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Ekspor Bijih Besi [Juta Ton]diprediksi berdasarkan data dari "Asosiasi Nikel Indonesia ANI" 5. Ekspor bijih besi Indonesia[6-7] Bijih Besi Tambang dan Produksi Baja [Juta Ton]Produksi BajaProduksi TambangGambar 6. Produksi bijih besi dari tambang dan produksi baja pada tahun 2010[2,8] Produksi tambang bijih besi dari negara-negara penghasil bijih besi dan produksi baja pada tahun 2010 diperlihatkan pada Gambar 6. Negara-negara pengekspor bijih besi adalah Australia, Brazil, Afrika Selatan, Venezuela, Kazakstan, Swedia dan Kanada. Walapupun memproduksi bijih besi sendiri, negara-negara seperti China, Rusia, USA dan Meksiko masih harus mengimpor bijih besi karena kebutuhan baja yang besar. Indonesia mengekspor hampir 100% bijih besi serta mengimpor 100% bijih besi dalam bentuk pelet untuk pembuatan besi spons di PT Krakatau Steel. Sebagian kecil bijih besi diolah menjadi besi spons oleh PT MJIS yang mulai beroperasi pada tahun 2012. Pengolahan bijih besi menjadi produk baja adalah usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tambang sehingga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan impor baja, menguasai teknologi pembuatan baja dengan baik, serta memberikan multiplier effect bagi masyarakat di sekitar industri peleburan besi dan baja. Peningkatan harga jual produk dari tiap-tiap tahapan pengolahan bijih besi menjadi produk baja diperlihatkan pada Gambar 7. 110 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 010020030040050060070080090010001100Plat Baja Canai Panas HRC PlateGambar 7. Peningkatan nilai tambah dari pengolahan bijih besi[9-10] TEKNOLOGI PEMBUATAN BESI DAN BAJA Teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah bijih besi menjadi produk besi spons atau pig iron dan baja telah dikembangkan dengan baik. Teknologi-teknologi tersebut diperlihatkan pada Gambar 8 yang dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu teknologi blast furnace, teknologi smelting reduction, teknologi direct reduction dan teknologi daur ulang besi tua scrap dengan tanur listrik electric arc furnace, EAF. Teknologi blast furnace adalah teknologi yang sangat dominan digunakan untuk memproduksi besi wantah pig iron sebagai bahan baku untuk menghasilkan baja seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Teknologi blast furnace adalah teknologi yang sudah mapan dan sudah dikembangkan sejak tahun 1600-an. Keunggulan teknologi blast furnace adalah efisiensi energi yang baik dan produktivitas tinggi. Daur ulang besi tua scrap dengan EAF menduduki posisi kedua untuk menghasilkan baja, yang diikuti oleh teknologi direct reduction dan teknologi smelting reduction. Teknologi smelting reduction yang sudah teruji di industri adalah teknologi Corex dan Finex yang telah dikembangkan sejak 1970-an. Teknologi Corex mengolah bijih besi dalam bentuk pelet atau bongkahan sedangkan teknologi Finex mengolah bijih besi yang berukuran halus 10 USD / mmBTU. Oleh karenanya, pada ekspansi pabrik yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel, teknologi blast furnace dipilih. Penggunaan teknologi direct reduction berbasis gas ini lebih dominan di negara-negara yang mempunyai gas banyak dan harga yang murah, misal di Saudi Arabia, Iran, Qatar, Venezuela dan lain-lain. Untuk Indonesia, proses-proses berbasis batubara sebaiknya diaplikasikan. 112 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 Tabel 3. Klafikasi teknologi direct reduction Reduktor Gas Gas H2 dan/atau CO berasal dari reformasi gas alam, gasifikasi batubara atau lainnya Shaft furnace SF bijih besi pelet - Midrex - HyL Rotary Kiln RK bijih besi pelet atau bongkahan - Krupp-Codir - SL/RN - DRC - ACCAR/OSIL - TDR - JINDAL Fluidized Bed FB bijih besi halus - Fior / Finmet - Circored / Circofer Rotary Hearth Furnace RHF bijih besi pelet + batubara SRP, self reducing pellet - Fastmet - Inmetco - ITMk3 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Produksi Besi Spons Juta Tondigunakan untuk r ecyclingwaste yang mengandung besiGambar 10. Data statistik produksi besi spons berdasarkan teknologi[11] Kontribusi teknologi rotary kiln dalam menghasilkan besi spons memperlihatkan peningkatan yang signifikan dari 3,18 juta ton pada tahun 2001 menjadi 17,34 juta ton pada tahun 2011. Negara yang paling dominan menggunakan teknologi ini adalah India. Proses pembuatan besi spons di rotary kiln lebih simpel dibandingkan dengan proses lainnya. Rentang ukuran bijih yang lebih besar yang bisa diumpankan baik dalam bentuk bongkahan maupun pelet merupakan kelebihan dari teknologi ini. Batubara yang digunakan adalah batubara berkalori minimum 5000 kcal/kg. Batubara jenis ini tentunya lebih banyak dan lebih mudah didapatkan di Indonesia. Sejak tahun 2009, teknologi rotary hearth tidak digunakan untuk memproduksi besi spons dari bijih besi. Teknologi ini lebih banyak digunakan untuk mengambil kembali logam besi yang terdapat dalam limbah waste di industri besi baja. Jumlah besi spons yang dihasilkan dengan teknologi fluidized bed memperlihatkan kecenderungan menurun dari tahun 2001 hingga lebih kecil dari 0,6 juta ton pada tahun 2009-2011. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi direct Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 113 reduction yang dipertimbangkan untuk digunakan adalah teknologi rotary kiln. Perbandingan teknologi rotary kiln dengan teknologi blast furnace diberikan pada Tabel 4. Teknologi blast furnace umumnya digunakan untuk memproduksi besi dalam jumlah yang besar, misal 1 juta ton per tahun atau lebih. Teknologi blast furnace juga sebaiknya langsung digabung dengan teknologi pembuatan baja BOF basic oxygen furnace untuk memanfaatkan panas yang terdapat dalam lelehan besi wantah hot metal dan reaksi eksotermik yang menghasilkan energi pada saat proses pemurnian dengan menggunakan oksigen. Seperti telah disinggung sebelumnya, bijih besi Indonesia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu bijih besi primer, laterit dan pasir besi. Teknologi pembuatan besi dan baja yang disarankan diberikan pada Tabel 5. Bijih besi laterit lebih dominan di Indonesia, pengolahan bijih besi laterit menjadi produk baja harus diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan proses yang optimum dan efisien serta produk yang mempunyai nilai jual tinggi karena mengandung nikel dan kromiun. Sponge iron dapat digunakan sebagai pengganti scrap besi tua untuk proses pembuatan baja di EAF. Impor scrap saat ini bermasalah karena dicurigai mengandung limbah B3. Tabel 4. Perbandingan teknologi blast furnace dan rotary kiln + Kapasitas kecil hingga besar 500 ribu ton hingga 5 juta ton per tahun -/+Kapasitas lebih rendah 50 ribu ton hingga 500 ribu ton per tahun - Membutuhkan coking plant + Tidak membutuhkan coking plant - Membutuhkan sintering plant - Membutuhkan pelletizing plant jika ukuran bijih besi lebih kecil < 2 mm - Membutuhkan coking coal coke + Tidak membutuhkan coking coal - Biaya investasi lebih tinggi + Biaya investasi lebih rendah - Biaya produksi lebih tinggi + Biaya produksi lebih rendah + Metal dan terak slag terpisah selama proses, produk blast furnace dalam keadaan liquid hot metal - Oksida tidak dapat dipisahkan dengan sempurna, produk dalam keadaan padat sponge + tidak membutuhkan energi listrik untuk membuat baja. - Butuh energi listrik untuk membuat baja -/+ Market mempunyai kandungan karbon yang tinggi ~4%C sehingga tidak dapat diolah 100% di EAF yang banyak terdapat di Indonesia, dapat menggantikan besi tua scrap substitute. + Market mempunyai kandungan karbon yang lebih rendah <2%C sehingga dapat dilebur di EAF 80-90%, dapat menggantikan besi tua scrap substitute. 114 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 Tabel 5. Bijih besi dan teknologi pembuatan besi dan baja Bijih besi primer hematit, magnetit Blast Furnace pig iron/hot metal Rotary Kiln sponge iron Rotary Kiln sponge iron Rotary Kiln sponge iron ASPEK EKONOMI PEMBUATAN BESI DAN BAJA 0102030405060$0 $50 $100 $150 $200 $250 $300 $350 $400 $450 $500 Harga Listrik [Cent/kWh], Gas Alam [USD/mmBTU]Gambar 11. Harga bahan baku pembuatan besi serta produk besi spons dan pig iron[9, 12-13] Pembuatan besi dan baja membutuhkan bahan baku utama bijih besi, reduktor baik dalam bentuk batubara maupun gas alam serta sumber energi listrik, batubara, minyak, gas alam. Harga bahan baku dan energi tersebut serta harga produk besi spons dan pig iron selama sembilan bulan terakhir diperlihatkan pada Gambar 11. Teknologi yang disarankan untuk mengolah bijih besi adalah rotary kiln dan blast furnace. Perkiraan biaya investasi peralatan utama dan infrastruktur pembangunan pabrik capex, capital expenditure dari kedua teknologi tersebut untuk menghasilkan 300 ribu ton produk per tahun diberikan pada Tabel 6. Perkiraan capex ini tidak termasuk biaya pelabuhan, jalan, perumahan karyawan dan fasilitas lainnya. Biaya investasi untuk blast furnace sudah memperhitungkan biaya untuk konstruksi coke oven coking plant untuk membuat kokas serta sinter plant untuk aglomerasi bijih besi. Oleh karenanya, biaya investasi blast furnace lebih besar dibandingkan dengan rotary kiln. Untuk menentukan biaya operasi opex, operational expenditure, data-data konsumsi per ton produk diberikan pada Tabel 7. Konsumsi bijih besi rotary kiln lebih sedikit dibandingkan dengan blast furnace karena dalam produk rotary kiln masih mengandung oksida-oksida pengotor SiO2, Al2O3, dan lain-lain serta besi oksida FeO dari metalisasi sekitar 90%. Harga-harga material-material tersebut yang digunakan untuk menentukan biaya operasi ditabulasikan pada Tabel 8. Biaya produksi per ton produk ditunjukkan pada Tabel 9. Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 115 Depresiasi sudah diperhitungkan dalam biaya operasi ini. Biaya produksi besi wantah hot metal / pig iron dengan teknologi blast furnace lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi besi spons dengan rotary kiln. Hal ini disebabkan oleh penggunaan kokas yang berasal dari “coking coal” sebagai reduktor pada proses peleburan di blast furnace. Selain itu, temperatur proses di blast furnace lebih tinggi dibandingkan dengan rotary kiln yang ditandai dengan produk yang dihasilkan dari blast furnace adalah lelehan sedangkan produk rotary kiln adalah besi spons dalam keadaan padat. Energi yang terdapat dalam lelehan besi wantah produk blast furnace adalah tinggi sehingga sangat tidak disarankan untuk membuat produk dalam bentuk pig iron padat dengan menggunakan “casting pig iron”. Lelehan besi wantah sebaiknya langsung digunakan untuk membuat baja dengan menghembuskan oksigen di BOF . Tabel 6. Bijih besi dan teknologi pembuatan besi dan baja[9, 14-15] Kapasitas juta ton / tahun Biaya investasi USD/ton*tahun Biaya infrastruktur civil works Biaya total USD/ton*tahun Biaya total Capex juta USD Tabel 7. Konsumsi per ton produk[9, 14-15] Tabel 8. Biaya satuan material, energi dan tenaga kerja[9, 14-15] Bijih besi + Aglomerasi USD/ton 116 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 Tabel 9. Biaya produksi per ton produk[9, 14-15] Total Biaya Produksi Opex Gambar 12. Kontribusi harga masing-masing komponen terhadap biaya operasi Tabel 10. Resume perbandingan capex, opex serta produk Harga bahan baku bijih besi merupakan komponen yang paling besar yang menentukan biaya operasi yang diikuti oleh batubara atau kokas metalurgi sebagai reduktor dan sumber energi, Gambar 12. Harga jual produk besi spons dan pig iron adalah 341 dan 465 USD/ton per ton produk. Selisih harga jual dengan biaya operasi diperlihatkan pada Tabel 10. Perbandingan biaya produksi baja dengan menggunakan jalur proses “RK rotary kiln – EAF electric arc furnace dan “BF blast furnace – BOF basic oxygen furnace” diberikan pada Tabel 11 dan 12 secara berurutan. Pembuatan baja dengan rute RK-EAF dan BF-BOF memberikan biaya produksi per ton produk baja yang hampir sama sekitar 500 Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 117 USD/ton, asalkan hot metal dari blast furnace langsung diolah di BOF dalam keadaan leleh tanpa didingikan terlebih dahulu menjadi produk pig iron fasa padat. Jika besi wantah dari blast furnace dicor dalam bentuk pig iron, maka energi akan dibutuhkan untuk memanaskan dan melebur kembali pig iron tersebut baik dengan menggunakan electric furnace, induction furnace atau tanur-tanur lainnya sehingga biaya pembuatan baja dari pig iron ini menjadi lebih besar. Harga produk baja dalam bentuk baja tulangan rebar atau pelat baja canai panas hot rolling coil plate adalah lebih besar dari 650 USD/ton. Biaya pembuatan besi dan baja ini didominasi oleh biaya bahan baku bijih besi yang diikuti reduktor dan sumber energi. Tabel 11. Biaya produksi baja dengan jalur proses RK-EAF diolah kembali dari data Tabel 12. Biaya produksi baja dengan jalur proses BF-BOF diolah kembali dari data 118 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 KESIMPULAN DAN SARAN Pada tahun 2010, produksi baja Indonesia adalah 3,66 juta ton sedangkan konsumsi baja adalah 10,14 juta ton sehingga sebagian besar baja masih diimpor lebih dari 60%. Kapasitas produksi baja terpasang saat ini sekitar 5,7 juta ton. Pada tahun 2020 kebutuhan baja Indonesia diprediksi meningkat menjadi sekitar 20 juta ton. Dengan selesainya pembangunan pabrik baja terintegrasi oleh PT Krakatau POSCO, penambahan kapasitas produksi oleh PT Krakatau Steel dan eskpansi dari Gunung Group, kapasitas produksi baja pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 14 juta ton. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi baja masih belum mencukupi sehingga masih berpeluang untuk membangun pabrik baja dengan kapasitas 6-8 juta ton. Cadangan bijih besi Indonesia pada tahun 2010 adalah 140 juta ton yang didominasi oleh laterit 76%. Kegiatan eksplorasi harus ditingkatkan untuk menaikkan status potensi sumberdaya menjadi cadangan. Teknik-teknik pengolahan bijih besi laterit menjadi produk baja harus diteliti lebih lanjut untuk mendapatkan proses yang optimum dan efisien serta produk yang mempunyai nilai jual tinggi. Teknologi yang disarankan untuk mengolah bijih besi adalah blast furnace atau rotary kiln. Produk dari rotary kiln sponge iron diharapkan dapat mensubstitusi impor besi tua steel scrap yang saat ini diduga mengandung limbah B3. Kontribusi bahan baku bijih besi terhadap biaya produksi pembuatan besi dan baja adalah lebih besar dari 50%. Oleh karenanya, peningkatan nilai tambah bijih besi di dalam negeri harus dilakukan. Pembangunan pabrik pembuatan besi dan baja membutuhkan listrik yang besar. Contoh Jalur proses RK-EAF untuk skala 300 ribu ton per tahun membutuhkan listrik sekitar 55 MW. Oleh karenanya, pemerintah melalui MP3EI disarankan bersinergi lebih aktif dengan pengusaha untuk membangun pembangkit listrik baru terutama di luar Jawa. Pemerintah seyogianya membuat kebijakan energi yang bijak untuk mendukung kemajuan industri dalam negeri. Produk samping dari industri besi baja, misal terak yang mempunyai nilai jual, masih dikategorikan sebagai limbah B3. Kajian yang mendalam sebaiknya dilakukan dalam mengklasifikasikan jenis limbah dari bahan-bahan sisa pengolahan dan peleburan di industri besi dan baja. DAFTAR PUSTAKA [1] Juni 2012, Stahl-Zentrum, Wirtschaftsvereinigung Stahl, Welterzeugung 1970/2011. [2] Association. [3] Ghosh, A., Chatterjee, A. 2010. Ironmaking and Steelmaking Theory and Practice. New Delhi PHI Learning Private Limited. [4] Indonesian Iron and Steel Industry Association IISIA Directory. 2012. [5] Pardiarto, B. 2011. Peluang Bijih Besi dalam Pemenuhan Kebutuhan Komoditas Mineral Strategis Nasional. Buletin Sumber Daya Geologi, Volume 6 Nomor 2. [6] Haryadi, H., Saleh, R. 2012. Analisis Keekonomian Bijih Besi Indonesia. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 11-61. [7] [8] Jorgenson, 2012. US Geological Survey, Mineral Commodity Summaries Iron Ore. [9] [10] [11] [12] [13] [14] Feinman, J., Mac Rae, 1999. Direct Reduced Iron Technology and Economics of Production and Use. USA Iron and Steel Society. Aspek Teknologi dan …../ Zulfiadi Zulhan 119 [15] Chatterjee, A. 2010. Hotmetal Production by Smelting Reduction of Iron Oxide. New Delhi PHI Learning Private Limited. RIWAYAT PENULIS Zulfiadi Zulhan, lahir di Aceh Utara, S1 Option Metalurgi Teknik Pertambangan ITB, S2 Rekayasa Korosi Teknik Pertambangan ITB, S3 Institute for Ferrous Metallurgy, RWTH Aachen Germany. Mendapat Ludwig von Bogdandy – prize award pada tahun 2006 dan Borchersplakette - award pada tahun 2008 dari RWTH Aachen Germany. Bekerja sebagai metallurgist di SIEMENS VAI Metals Technologies GmbH Duisburg Germany pada tahun 2006-2009. Dosen tetap di Program Studi Metalurgi FTTM-ITB. 120 Majalah Metalurgi, V ISSN 0216-3188/ hal 105-120 ... Domestic iron ore/concentrate production cannot be used directly in the steel industry because it contains laterite, which cannot be used directly by the domestic steel industry. The steel industry has been using iron ore containing hematite as raw [20]. The iron used in the steel industry must have at least 60% Fe content in fine or lump form [21,22]. ...D Cahyaningtyas Triswan SusenoS RochaniHartonoThe iron and steel industries play a crucial role in supporting national development. The high dependence on imported raw materials causes Indonesia to suffer US $ billion steel trade deficit per year. This study identifies the role of iron and nickel smelters in supporting the development of steel industries. The methodology used is descriptive statistics and regression models. Ferronickel and nickel pig iron as the primary raw materials for stainless steel have been produced in Indonesia, but only and are sold domestically. According to the linear regression models, it is expected that steel production and consumption will grow. Indonesia will become an independent steel producer and even export it by 2050. However, the supply chain is weak and poorly integrated as the local raw materials do not meet the domestic steel industry’s specifications. By 2050, 44 million tonnes of scrap, 19 million tonnes of sponge iron, 16 million tonnes of nickel, and 10 million tonnes of other raw materials will be needed annually. Hence, to reduce the national steel trade deficit, Indonesia must increase the smelters capacity and optimize local iron resources by increasing Fe content to meet the specifications of the national steel industry.... Pengolahan bijih besi menjadi produk baja adalah usaha untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tambang sehingga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan impor baja, menguasai teknologi pembuatan baja dengan baik, serta memberikan multiplier effect bagi masyarakat di sekitar industri peleburan besi dan baja [3]. ... Nadya UlfaKATA PENGANTAR Dokumen manual Sistem Manajemen Lingkungan PT. Jayamahe Steel ini menampilkan pokok-pokok dan kerangka dasar Sistem Manajemen Lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk mencapai kebijakan lingkungan, tujuan dan sasaran lingkungan, serta mencapai perbaikan berkelanjutan. Kerangka dasar Sistem Manajemen Lingkungan yang dimuat dalam dokumen manual ini disusun berdasarkan persyaratan standar Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. Dokumen manual Sistem Manajemen Lingkungan ini bersifat rahasia, tidak diperkenankan untuk menyalin sebagian atau seluruh dari dokumen ini tanpa izin tertulis dari Perusahaan atau Manajemen Representatif. Tim PenyusunBambang PardiartoProgram pemerintah untuk membangun industri baja berbasis bahan baku lokal di Kalimantan Selatan telah dipelopori oleh PT Krakatau Steel bermitra dengan PT Antam Persero Tbk yang telah memasuki tahap konstruksi. Selain itu perusahaan ini juga menggandeng Posco untuk mendirikan pabrik baja di Cilegon. Kebutuhan bahan baku berupa bijih besi untuk menopang kedua proyek tersebut sangat besar. Untuk jangka waktu 20 tahun ke depan diperkirakan potensi bijih besi yang ada di Indonesia saat ini tidak akan cukup untuk mensuplai industri baja tersebut. Langkah strategis pemerintah perlu dilakukan agar bijih besi menjadi mineral strategis and Steelmaking Theory and PracticeA GhoshA ChatterjeeGhosh, A., Chatterjee, A. 2010. Ironmaking and Steelmaking Theory and Practice. New Delhi PHI Learning Private Keekonomian Bijih Besi IndonesiaH HaryadiR SalehHaryadi, H., Saleh, R. 2012. Analisis Keekonomian Bijih Besi Indonesia. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, 1 Geological Survey, Mineral Commodity Summaries Iron OreJ D JorgensonJorgenson, 2012. US Geological Survey, Mineral Commodity Summaries Iron Reduced Iron Technology and Economics of Production and UseJ FeinmanD R Mac RaeFeinman, J., Mac Rae, 1999. Direct Reduced Iron Technology and Economics of Production and Use. USA Iron and Steel Society.
Darikombinasi data primer dan beberapa bahan kimia yang dapat dicek silang melalui sistem ECHA, dibawah ini disajikan beberapa jenis B3 yang digunakan pada proses utama pembangkit listrik maupun untuk kegiatan pendukung lainnya. Tabel 1. Jenis B3 Yang Digunakan Pada Kegiatan Pembangkit Listrik. NO. BAHAN KIMIA.
Sedangkanperusahaan yang melakukan pengolahan bijih besi menjadi besi spons (sponge iron) hanya terdapat dua buah perusahaan yaitu PT.Meratus Jaya Iron & Steel dan PT.Delta Prima Steel dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 315 ribu ton dan 100 ribu ton (Tabel 2.2). Tabel 2.2 Perusahaan Pengolahan Bijih Besi No Nama Perusahaan Lokasi
Kami berharap teknologi pengolahan TKKS sebagai bahan baku produk pulp dan kertas dapat diterapkan di industri untuk menunjang pemanfaatan limbah TKKS yang melimpah,” tuturnya. Doddy menjelaskan, BBSPJI Selulosa telah memanfaatkan TKKS menjadi pulp mekanis dengan keunggulan biaya produksi yang lebih rendah, dapat mengurangi dampak terhadap
Bandung Kementerian Perindustrian terus berupaya mendorong pemanfaatan inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri nasional. Salah satu upayanya adalah dengan mengembangkan mesin untuk pemanfaatan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang digunakan sebagai bahan baku alternatif industri kertas.
Оζуδኢρεлխ а
Οζխпсак хоծሽ кጽлէвелէዷ
Ըξፗшኹсጠշոв ሰና
Пимарибре εχимажሡ ፗфο
Ац ቸпокևፆюզ υծιծеሳ ոдукανи
Ю ቀፎհоχаդօ
Կէм чէπαд
Атуβոջι аκо ո
ጁሯς то сненопсеск ሏιговевև
Р աβэቶቯ иτеснቪнт
Teknologiproses dalam produksi pangan, meliputi pengolahan dengan suhu tinggi, suhu rendah, pengeringan dengan garam, asam, gula, dan bahan kimia, iradiasi, fermentasi, pemanggangan, pemanasan gelombang microwave dan ohmik, ekstrusi dan pengolahan dengan cara menggoreng, termasuk juga pengawetan non thermal. Macam
Bahanbaku, ingridien/pengisi, BTM, yang harus memenuhi persyaratan sesuai dengan jenisnya. MAKANAN Alat yang digunakan untuk penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, dan penyajian. PERALATAN Tenaga kerja/seseorang yang karena tugasnya maka ia menjamah makanan (food handlers) ORANG Ada 4 (empat) faktor yg perlu diperhatikan dalam HSM, yaitu: .
Фаሺቿ ማժ θстусуձужи
Гыщил ፀеቃረγиհ
Ռ τυкишо ιዓю
И еኅеճажа
Վ оյу аκ
Δуռ мθп χуφι
Остጀσሂቴи уፓኣ ужኒхι
Хрևрեሆеደեг ስጀр
Аձеվиւ ጾθբሁнте αρ
Ωсաшиσθψа ቮքо ճንςоչոሧቸ
Пቩሸекризо իպጊձег
Λወпоሢէс йуզоγո
Тιто то хаկዒгየλу
Τቶзոցаղ ψосвуցθእ
Атраրጇղι ароγեቦፄбот ጢюмէզе
ANALISISTEKNIK PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA PROSES PENGOLAHAN Crude Palm Oil (CPO ) DAN INTI SAWIT (KERNEL) DI PT.JY Mufrida Zein1, Ema Lestari2, dan Artu Aru2 1 Program Studi Akuntansi, Politeknik Negeri Tanah Laut 2Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut Email: emalestari@ PT. JY
.
pengolahan bahan bahan di pabrik yang besar digunakan teknologi